Merkantilisme
Paham Merkantilisme berkembang di negara-negara Barat dari abad ke-16 sampai abad ke-18. Paham ini dipelopori oleh beberapa tokoh, seperti Thomas Mun Sir James Stuart dari Inggris, Jean Baptiste Colbert dari Prancis, dan Antonio Serra dari Italia. Secara umum, Merkantilisme dapat diartikan sebagai suatu kebijaksanaan politik ekonomi dari negara-negara imperialis yang bertujuan untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya kekayaan berupa logam mulia. Logam mulia ini dijadikan sebagai ukuran terhadap kekayaan, kesejahteraan, dan kekuasaan bagi negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, semakin banyak logam mulia yang dimiliki oleh suatu negara imperialis maka semakin kaya dan semakin berkuasalah negara tersebut. Mereka percaya bahwa dengan kekayaan yang melimpah maka kesejahteraan akan meningkat dan kekuasaan pun semakin mudah untuk didapatkan. Negara yang menerapkan sistem ekonomi merkantilis adalah Inggris Raya.
Dari pengertian Merkantilisme yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri Merkantilisme yaitu:
a. Negara adalah satu-satunya penguasa ekonomi;
b. Mendapatkan logam mulia (emas) sebanyak-banyaknya menjadi tujuan utama.
Gerakan Merkantilisme berkembang serta berpengaruh sangat kuat dalam kehidupan politik dan ekonomi di negara-negara Barat, seperti negara Belanda, Inggris, Jerman, dan Prancis. Setiap negara kolonialis saling berlomba untuk mendapatkan dan mengumpulkan kekayaan berupa logam mulia untuk berbagai kepentingan, seperti kepentingan industri, ekspor maupun impor. Bahkan, untuk mencapai tujuannya tidak jarang terjadi persaingan di antara negara-negara kolonialis tersebut. Dengan ditemukannya jalur pelayaran dan perdagangan di Samudera Atlantik maka hubungan luar negeri di antara negara-negara Barat semakin terbuka lebar. Melalui interaksi perdagangan tersebut, setiap negara-negara Barat mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda.
Seperti telah disebutkan pada uraian di atas, jelaslah bahwa paham Merkantilisme pada dasarnya telah memberikan kekuatan yang luar biasa bagi setiap negara kolonialis untuk memfokuskan segala kegiatan perdagangan dalam rangka memperoleh kekayaan yang banyak dan kekuasaan yang luas. Tujuan Merkantilisme adalah untuk melindungi perkembangan industri perdagangan dan melindungi kekayaan negara yang ada di masing-masing negara. Inggris misalnya, menjadikan praktik politik ekonomi Merkantilisme dengan tujuan untuk:
a. Mendapatkan neraca perdagangan aktif, yakni untuk memperoleh keuntungan besar dari perdagangan luar negeri;
b. Melibatkan pemerintah dalam segala lapangan usaha dan perdagangan;
c. Mendorong pemerintah untuk menguasai daerah lain yang akan dimanfaatkan sebagai daerah monopoli perdagangannya.
Pada perkembangan selanjutnya, nilai uang disamakan dengan emas, masing-masing negara berusaha untuk mendapatkan emas. Oleh karena itu, paham Merkantilisme tidak hanya menjadikan logam sebagai sumber kemakmuran, tetapi lebih dari itu memandang pula pentingnya usaha untuk menukarkan barang-barang lainnya dengan emas batangan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya arus masuk emas ke pasaran Eropa. Selain itu, ditandai pula dengan semangat bangsa-bangsa Barat untuk melakukan penjelajahan atau perdagangan dengan Dunia Timur yang kaya akan sumber daya alam bagi pemenuhan pasar Eropa.
Sejak saat itu, tidak sedikit penjelajahan dan pelayaran bangsa-bangsa Eropa yang dibiayai oleh raja atau negara. Setiap negara, seperti Inggris, Prancis, Belanda, dan Spanyol saling bersaing untuk mendapatkan barang berharga tersebut. Negara-negara tersebut melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap setiap daerah yang ditemuinya. Banyak daerah yang menjadi sasaran bangsa-bangsa Barat itu, seperti daerah yang ada di benua Amerika yang di dalamnya terdapat Kerajaan Inca, Maya, dan Astec. Di daerah-daerah itu, bangsa Inggris, Prancis, Belanda, dan Spanyol melakukan eksploitasi untuk mendapatkan emas sebanyak-banyaknya dalam rangka mencapai tujuan gerakan Merkantilisme.
Politik Merkantilisme melahirkan terbentuknya persekutuan-persekutuan dagang masyarakat Eropa, seperti EIC (kongsi perdagangan Inggris di India) dan VOC (kongsi perdagangan Belanda di Indonesia). Inggris bangkit sejalan denganaman penjelajahan samudera untuk mencari daerah-daerah baru yang kemudian dijadikan sebagai koloni. Begitu juga dengan masyarakat Eropa lainnya, seperti Prancis, Belanda, dan Spanyol. Oleh karena itu dalam perkembangan politik ekonomi, Merkantilisme secara langsung atau tidak telah menimbulkan ekses lain, yakni perebutan daerah koloni. Penjelajahan samudera atau pelayaran bangsa-bangsa Barat tersebut akhirnya sampai di Kepulauan Nusantara yang kaya akan rempah-rempah, seperti lada, cengkih, pala, fuli (bunga pala), dan lain-lain. Bagi bangsa-bangsa Eropa, rempah-rempah merupakan barang komoditas yang sangat laku di pasaran Eropa. Oleh karena itu, mereka segera menukar bahan komoditas tersebut dengan barang-barang kebutuhan rakyat Indonesia. Selanjutnya, untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi, mereka memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Bahkan, tidak hanya dengan memonopoli perdagangan, mereka juga melakukan pemerasan dan penguasaan daerah yang kemudian dikenal dengan penjajahan atau kolonialisme.